TARAKAN, UJUNGJARI.COM — PDAM Tirta Alam mengucurkan deviden untuk Pemkot Tarakan. Perusahaan daerah yang selama bertahun-tahun merugi, terkesan “dipaksa” untuk bagi-bagi deviden.

Sekretaris Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria Artha (PUKAT UPA), Soewitno Kaji menyebut pembagian deviden tersebut terkesan pembohongan publik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagaimana tidak. PDAM Tirta Alam ini, kata Soewitno diketahui merugi.

“Kalau rugi, ya tidak boleh ada deviden. Titik. Ini sudah bukan lagi salah hitung, ini sudah manipulasi nalar publik,” tegas Soewitno dalam pernyataan resminya.

PUKAT UPA yang dikenal intens memonitor keuangan perusahaan daerah di Indonesia, menyoroti klaim Dirut PDAM Tarakan, Iwan Setiawan, yang menyatakan pendapatan tahun 2024 mencapai Rp104 miliar, dengan laba bersih Rp15 miliar dan deviden Rp8 miliar.

Sementara, lanjut Soewitno, laporan keuangan PDAM selama empat tahun terakhir (2020–2023) menunjukkan kerugian besar. Tahun 2020, rugi Rp20,85 miliar. Sementara 2021, PDAM Tarakan merugi sebesar Rp10,32 miliar. Adapun pada tahun 2022, rugi Rp10,16 miliar dan tahun 2023, merugi hingga Rp17,45 miliar.

Artinya, akumulasi kerugian yang tercatat empat tahun mencapai Rp58,78 miliar.

“Yang bikin publik tambah miris, walikota Tarakan sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM) tiap tahun tetap menyetujui pembagian deviden. Padahal, kas perusahaan berdarah-darah,” tambahnya.

Lebih jauh dikemukakan, PUKAT UPA juga mempertanyakan lonjakan kinerja tahun 2024 yang tiba-tiba naik drastis tanpa perubahan signifikan di sisi operasional.

“Dengan pendapatan naik Rp14 miliar bagaimana mungkin biaya operasional bisa anjlok Rp19 miliar dari tahun sebelumnya, padahal tingkat kebocoran air masih tinggi?,” kata Soewitno.

“Ini sudah di luar nalar. Kami berharap Kantor Akuntan Publik yang mengaudit laporan tidak sedang berakrobatik, apalagi jadi tukang jahit data,” tegas

Soewitno yang juga menyebut kepercayaan publik kini lebih berpihak pada BPK sebagai auditor negara yang profesional.

PUKAT UPA yang telah menjalin kerja sama resmi dengan KPK melalui surat No. B/681/PJK.01.02/33/02/2025 tertanggal 4 Februari 2025, menyatakan bahwa mereka akan mengawal isu ini sampai ke meja hukum jika perlu.

“Empat tahun toleransi sudah cukup. Kini saatnya rakyat Tarakan menuntut pertanggungjawaban atas akrobat keuangan ini. Kami tidak akan diam,” tutup Soewitno. (rhm)