Oleh: Tim Budaya Indonesia Pertiwi
“Empat belas Agustus 1945, langit Bajeng sudah merah putih, sebelum Indonesia sendiri memproklamasikan kemerdekaannya.”
— Dr. Andi Nurhikmah Dg Cora, M.M., Ph.D
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah riuhnya persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta, jauh di selatan negeri ini, tepatnya di Kerajaan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, telah terjadi sebuah peristiwa heroik.
Pada 14 Agustus 1945, tiga hari sebelum proklamasi resmi dikumandangkan di Jakarta oleh Soekarno-Hatta, Kerajaan Bajeng telah lebih dahulu mengibarkan bendera Merah Putih. Sebuah aksi penuh keberanian, yang menjadi penanda bahwa semangat kemerdekaan telah lebih dulu membara di pelosok nusantara, jauh dari pusat kekuasaan kolonial maupun nasional.
Di tengah bayang-bayang kekuasaan Jepang yang masih bercokol dan intel Kempeitai yang mengawasi pergerakan rakyat, Pejuang dan pemuda Bajeng yang gigih dalam perjuangan yang didasari oleh semangat Karaeng Loe ri Bajeng, dengan tegas mengibarkan bendera merah putih di istana kerajaan Karaeng Loe ri Bajeng.
“Ini adalah perwujudan keberanian dan patriotisme tu Bajeng” ujar Dr. Andi Nurhikmah Dg Cora, M.M., Ph.D akademisi dan cucu turunan Karaeng Loe ri Bajeng, saat ditemui dalam rangka persiapan peringatan Gaukang tu Bajeng menyampaikan bahwa hari sakral yang tiap tahun diperingati di Bajeng adalah simbol keberanian dan nasionalisme awal. “Ini adalah pernyataan: bahwa rakyat Bajeng adalah bagian dari Indonesia merdeka, bahkan sebelum republik itu lahir secara formal.”
Sejarah yang Mendahului Proklamasi
Empat belas Agustus bukanlah tanggal sembarangan. Secara global, inilah hari ketika Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu, menandai berakhirnya Perang Dunia II di Asia. Informasi ini meskipun samar, telah lebih dulu menyebar dari radio-radio gelap dan kabar bawah tanah.
Rakyat dan pejuang Bajeng bertekad mengibarkan bendera merah putih dimana di beberapa tempat di Indonesia, euforia kemerdekaan yang belum diumumkan sudah mulai terasa. Namun sedikit sekali yang berani mengambil langkah nyata — apalagi mengibarkan bendera merah putih yang saat itu masih dianggap sebagai tindakan makar oleh Jepang.
Kerajaan Bajeng adalah pengecualian. Didukung oleh rakyat, pemuda-pemuda, laskar Lipang Bajeng dan para tokoh adat, bersatu berdiri gagah di depan istana melaksanakan pengibaran bendera. Bendera merah putih dikibarkan diiringi dengan Bendera Jolle Jollea yang merupakan bendera Kerajaan dan didampingi Bendera Perang Kerajaan Bajeng.
“Inilah simbol kemuliaan: bendera anak negeri.”
Pengibaran Bendera merah putih tanggal 14 Agustus 1945 ini lah di kenal.dengan ” GAUKANG TU BAJENG’
Kini, lebih dari tujuh dekade berselang, peristiwa heroik itu hidup dalam ingatan masyarakat Bajeng sebagai “Gaukang tu Bajeng”, menjadi upacara tahunan yang menggabungkan nilai sejarah, spiritualitas, dan nasionalisme. Peringatan ini bukan sekadar seremoni. Ia menjadi ruang edukasi lintas generasi — anak-anak Bajeng tumbuh dengan tahu bahwa tanah mereka telah mencatat sejarah sebelum sejarah itu sendiri ditulis di ibu kota.
Di saat yang lainnya memilih bersikap menunggu dan berhati-hati dalam menghadapi gejolak zaman, Kerajaan Bajeng justru tampil progresif dan patriotik. Hal inilah yang menurut Dr Nurhikmah, patut dicanangkan kembali sebagai bagian dari narasi nasional. “Jangan sampai sejarah lokal yang berani justru dilupakan, padahal mereka adalah saksi hidup dari Indonesia yang ingin lahir merdeka,” tegasnya.
Menulis Ulang Sejarah
Apa yang terjadi di Bajeng pada 14 Agustus 1945 adalah bukti nyata bahwa semangat kemerdekaan Indonesia lahir dari rakyat, pemuka adat, kerajaan-kerajaan nusantara baik yang besar dan kecil yang memiliki pandangan besar tentang masa depan bangsa. Di sinilah pentingnya menulis ulang sejarah nasional — bukan untuk mengganti, tapi untuk melengkapi mozaik perjuangan bangsa.
Kerajaan Bajeng melalui rakyat dan pemuda telah menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak, bukan hadiah. Dan pengibaran Merah Putih sehari (tiga hari) sebelum proklamator Bung Karno- Hatta membacakan proklamasi di depan rakyat Indonesia dan dunia. Ini bukti testamen bahwa Indonesia merdeka hidup di hati rakyat jauh sebelum proklamasi kemerdekaan
“Gaukang tu Bajeng bukan nostalgia. Ia adalah peringatan bahwa Indonesia lahir dari banyak tangan, banyak darah, dan banyak keberanian.” tutur Dr. Andi Nurhikmah Dg Cora, M.M.,Ph.D
Drs Masykur Mansyur, M.Sc Daeng Sijaya, Ketua Yayasan Ballaompoa Bajeng dan Ir Muh.Rusli Sumara, S.I.Kom Daeng Ngirate Ketua Lembaga Adat Karaeng Loe Ri Bajeng dan para turunan dan kerabat karaeng Loe Ri Bajeng
menambahkan bahwa Kami anak turunan dan kerabat Karaeng Loe Ri Bajeng siap sebagai penerus perjuangan para leluhur yang telah menjadi dasar perela mengorbankan harta bahkan nyawanyapun untuk mengusir para penjajah dan berikrar menyerukan Kemerdekaannya dari para penjajah di tanggal 14 Agustus 1945.
Di tahun ini 14 Agustus 2025 Kerajaan Bajeng Balla Lompoa Ri Limbung melaksanakan acara tahunan GAUKANG TU BAJENG, mengibarkan bendera merah putih dan kami juga mengibarkan bendera Kerajaan Jolle-Jollea yang merupakan bendera Perang To Bajeng.


