JAKARTA,UJUNGJARI.COM–Menyikapi kondisi bangsa saat ini, Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia menyatakan sikap atas dampak kebijakan pemerintah serta perilaku pejabat dan anggota DPR yang melalui ucapan, sikap, dan tindakannya, telah memicu kemarahan rakyat.
Akibatnya, dalam aksi demonstrasi telah terjadi tragedi yang menewaskan seorang pengemudi ojek online di Jakarta, staf Pemerintah Kota Makassar, serta menimbulkan banyak korban luka-luka di berbagai daerah yang dilanda kerusuhan dalam demonstrasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kerusuhan ini bukan semata-mata akibat benturan di jalanan, melainkan akumulasi dari amarah rakyat yang dipicu oleh kebijakan pemerintah pusat dan perilaku wakil rakyat yang semakin jauh dari nurani bangsa. Jangan karena kebijakan yang tidak memihak, rakyat dibenturkan dengan apparat di lapangan.
Direktur Kopel Indonesia, Herman dalam pernyataan sikapnya mengatakan kenaikan tunjangan DPR adalah penghinaan terhadap rakyat.
“Kenaikan tunjangan anggota DPR yang berkali-kali lipat yang dilakukan di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kian mencekik, adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan sosial,” katanya.
Kopel Indonesia meminta agar tunjangan perumahan DPR Rp50 Juta per anggota per bulan harus dibatalkan. Alasannya, kebijakan memberikan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per anggota DPR per bulan adalah bentuk pengkhianatan terhadap rasa keadilan rakyat.
“Rumah dinas DPR yang telah disediakan negara justru ditelantarkan, sementara para wakil rakyat lebih memilih uang tunai masuk ke kantong pribadi daripada memanfaatkan fasilitas negara yang sudah ada,” katanya.
KOPEL Indonesia menuntut agar tunjangan perumahan ini segera dibatalkan dan pemanfaatan rumah dinas DPR dioptimalkan kembali.
KOPEL Indonesia juga menyoroti perilaku wakil rakyat yang telah meruntuhkan martabat parlemen. Joget-joget di ruang sidang, ucapan merendahkan rakyat seperti “tolol”, dan tindakan yang tidak mencerminkan kehormatan wakil rakyat dianggap telah melukai perasaan publik dan menjadikan parlemen bahan olok-olok di mata bangsa.
KOPEL Indonesia juga mengkritik kebijakan RAPBN 2026. Herman mengatakan APBN 2026 yang menggelembungkan anggaran kementerian namun justru menurunkan anggaran transfer daerah dan memotong dana bagi hasil SDA adalah tamparan keras bagi daerah.
“Pemerintah pusat terus mengeruk kekayaan alam dari daerah, meninggalkan lubang tambang dan hutan rusak, sementara daerah penghasil tidak menikmati keadilan pembangunan,” katanya.
Sentralisasi kebijakan dan penguasaan penuh atas sumber daya alam oleh pemerintah pusat menjadikan otonomi daerah dianggap sekadar formalitas. Kopel menilai Transfer Daerah (TKD), Dana Bagi Hasil (DBH) atas sumber kekayaan daerah yang dipangkas memaksa daerah memalak rakyat melalui pajak dan retribusi, sementara pusat berfoya-foya dengan anggaran gemuk.
Berikut pernyataan sikap dan tuntuan KOPEL Indonesia:
1. Cabut kebijakan kenaikan tunjangan DPR.
2. Batalkan tunjangan perumahan DPR Rp50 juta per anggota per bulan, aktifkan kembali pemanfaatan rumah dinas DPR.
3. Usut tuntas tragedi tewasnya pengemudi ojek online akibat tindakan represif aparat.
4. Tinjau kembali RAPBN 2026 yang menampar wajah daerah dan mengembalikan hak daerah atas hasil kekayaan alamnya dan pendapatan lainnya yang selama ini menopang APBD.
5. Hentikan praktik arogan para wakil rakyat yang mempermalukan demokrasi dan institusi parlemen.
6. Kembalikan makna sejati otonomi daerah sebagai wujud kedaulatan rakyat di daerah.
Herman menambahkan kerusuhan yang meluas adalah cermin kegagalan pemerintah pusat dan parlemen dalam mendengar suara rakyat. Jangan salahkan rakyat yang marah, salahkan kebijakan yang dzolim.
“KOPEL Indonesia berdiri bersama rakyat, menegaskan bahwa keadilan sosial tidak boleh dikalahkan oleh kerakusan dan keserakahan kekuasaan,” tegas Herman. (pap)


