Oleh: Arifai Ilyas
Dosen STIE Bulungan Tarakan
Ketua DPW Asosiasi Dosen Indonesia Kalimantan Utara
Sekretaris ISEI Cabang Tarakan Koordinator Kalimantan Utara
DI era digital yang serba cepat, popularitas bisa datang dalam hitungan detik. Sebuah video singkat di TikTok, meme lucu di Instagram, atau kampanye yang memancing rasa penasaran publik dapat mendongkrak nama sebuah merek ke puncak percakapan warganet dalam semalam. Namun, sama cepatnya, sorotan itu bisa meredup. Fenomena “viral sesaat” kerap meninggalkan jejak singkat di ingatan, tanpa menjelma menjadi hubungan jangka panjang antara merek dan konsumennya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Indonesia, banyak pelaku usaha, terutama UMKM dan startup, terjebak dalam euforia viral. Mereka menganggap keberhasilan kampanye/promosi di media sosial sebagai indikator kesuksesan bisnis. Padahal, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa popularitas instan tanpa strategi jangka panjang ibarat kembang api—indah sesaat, lalu padam tanpa bekas.
Viral Bukan Berarti Kokoh
Fenomena viral memang memiliki daya tarik luar biasa. Ia mampu membuka pintu perhatian publik, memecah kebisingan informasi, dan mengundang lonjakan permintaan. Tetapi, tanpa pondasi yang kokoh, viralitas hanya menjadi momentum yang sulit diulang.
Ambil contoh beberapa merek kuliner yang sempat meledak di Indonesia karena sensasi uniknya—entah itu rasa ekstrem, bentuk nyeleneh, atau konsep “limited edition” yang menggoda. Dalam enam bulan pertama, antrean mengular, media berlomba-lomba meliput, dan penjualan meroket. Namun setahun kemudian, gerainya sepi, bahkan sebagian gulung tikar. Penyebabnya sederhana: mereka fokus pada buzz, bukan pada brand building.
Brand yang kuat bukan hanya dikenal, tetapi dipercaya, dicintai, dan relevan dalam jangka panjang. Inilah yang membedakan sekadar viral dengan brand longevity.
Pondasi Brand Longevity
Membangun merek yang tahan uji waktu memerlukan tiga elemen utama:
1. Identitas yang Jelas dan Konsisten
Identitas merek mencakup visi, misi, nilai, dan kepribadian yang tercermin dalam setiap interaksi dengan konsumen. Ketika sebuah merek memiliki brand DNA yang konsisten, ia mampu membangun asosiasi kuat di benak pelanggan. Contoh klasik adalah Indomie—bukan hanya sekadar mi instan, tetapi simbol rasa, nostalgia, dan kebanggaan nasional.
2. Kualitas Produk dan Pengalaman Pelanggan.
Strategi komunikasi yang hebat tidak akan menyelamatkan produk yang buruk. Konsumen saat ini kritis; sekali kecewa, mereka akan mencari alternatif. Kualitas harus menjadi prioritas mutlak, diiringi pengalaman pelanggan yang memuaskan.
3. Relevansi dan Adaptasi
Pasar berubah, tren berganti, teknologi berkembang. Merek yang panjang umur bukan berarti kaku, tetapi mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Lihat saja bagaimana Gojek berevolusi dari layanan ojek online menjadi ekosistem layanan digital yang mencakup pembayaran, logistik, dan hiburan.
Belajar dari Merek-Merek Panjang Umur
Indonesia sebenarnya memiliki banyak contoh merek lokal yang mampu bertahan puluhan tahun, bahkan di tengah gempuran merek global.
• Kopi Kapal Api: Dimulai dari usaha kecil pada tahun 1927, merek ini berhasil mempertahankan posisinya sebagai kopi kemasan favorit berkat konsistensi rasa, inovasi produk, dan strategi pemasaran yang mengikuti perkembangan zaman tanpa kehilangan ciri khas.
• GarudaFood: Mengawali perjalanan dengan kacang garing, GarudaFood kini memiliki portofolio produk beragam. Kunci keberhasilannya ada pada inovasi berkelanjutan, menjaga kualitas, dan memperkuat distribusi.
• Wardah: Merek kosmetik halal ini sukses memposisikan diri dengan nilai yang relevan bagi segmen pasar Muslim, sambil terus memperluas inovasi dan kampanye/promosi yang membangun kedekatan emosional dengan konsumen.
Dari contoh-contoh ini, jelas bahwa membangun merek yang bertahan puluhan tahun membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan keberanian untuk beradaptasi.
Kesalahan Umum dalam Mengejar Viralitas
Banyak pelaku bisnis terjebak pada pola pikir hit and run—menghabiskan sumber daya untuk kampanye/promosi besar yang diharapkan viral, tetapi melupakan keberlanjutan setelahnya. Kesalahan umum yang sering terjadi antara lain:
1. Mengabaikan Cerita Merek
Tanpa narasi yang kuat, viralitas hanya menjadi hiburan sesaat. Konsumen membutuhkan alasan untuk peduli lebih lama dari sekadar satu postingan lucu atau unik.
2. Tidak Memiliki Strategi Pasca-Viral
Setelah sorotan mereda, apa langkah berikutnya? Tanpa rencana lanjutan, momentum akan hilang, dan konsumen akan beralih ke hal baru yang lebih menarik.
3. Fokus pada Kuantitas Eksposur, Bukan Kualitas Interaksi
Jutaan tayangan video tidak otomatis berarti jutaan pelanggan setia. Yang lebih penting adalah membangun hubungan, bukan sekadar mendapatkan perhatian.
Strategi Menanam Fondasi Merek yang Kokoh
Agar sebuah merek tidak hanya menjadi bintang sesaat, pelaku usaha perlu menginvestasikan waktu dan sumber daya pada strategi jangka panjang. Beberapa langkah penting yang bisa diambil antara lain:
1. Bangun Cerita yang Otentik
Konsumen modern menghargai keaslian. Cerita tentang asal-usul produk, perjuangan pendiri, atau nilai-nilai yang dipegang merek akan menciptakan kedekatan emosional yang sulit tergantikan.
2. Investasi pada Kualitas dan Inovasi
Jangan biarkan produk atau layanan menjadi usang. Terus tingkatkan kualitas dan hadirkan inovasi yang relevan dengan kebutuhan konsumen.
3. Konsistensi Visual dan Pesan
Logo, warna, gaya bahasa, dan nilai yang disampaikan harus konsisten di semua kanal komunikasi. Konsistensi ini membangun brand recall yang kuat.
4. Gunakan Viral sebagai Pintu Masuk, Bukan Tujuan Akhir
Viralitas bisa dimanfaatkan untuk menarik perhatian awal, tetapi harus diikuti dengan strategi retensi pelanggan seperti program loyalitas, komunitas, atau layanan purna jual yang unggul.
5. Perkuat Distribusi dan Aksesibilitas
Popularitas tidak akan berarti jika produk sulit ditemukan atau dibeli. Pastikan rantai pasok dan saluran distribusi mendukung permintaan yang meningkat.
Relevansi Konteks Indonesia
Indonesia memiliki karakter pasar yang unik—populasi muda yang besar, penetrasi internet yang tinggi, dan budaya konsumsi yang dinamis. Potensi viral sangat besar, tetapi risiko cepat dilupakan juga tinggi. Pemerintah dan lembaga pendukung UMKM sering kali fokus pada pelatihan digital marketing, namun kurang menekankan pada strategi brand longevity. Padahal, jika ribuan merek lokal mampu bertahan puluhan tahun, dampaknya akan signifikan terhadap kemandirian ekonomi nasional.
Selain itu, di tengah derasnya arus produk impor, merek lokal perlu membangun identitas yang membanggakan, tidak hanya bersaing pada harga. Inilah saatnya bagi pelaku usaha untuk memikirkan keberlanjutan sejak awal, bukan hanya mengejar penjualan jangka pendek.
Harapan: Dari Viral Menuju Legenda
Viral memang menggoda. Ia bisa membuka pintu perhatian, mengundang rasa penasaran, bahkan menciptakan lonjakan penjualan sementara. Namun, merek yang ingin bertahan harus melangkah lebih jauh. Fondasi yang kokoh dibangun dari kejelasan identitas, kualitas yang konsisten, relevansi yang terjaga, dan hubungan emosional dengan konsumen. Viral hanyalah salah satu alat dalam kotak peralatan branding—bukan tujuan akhir.
Bagi Indonesia, membangun merek yang tahan uji waktu berarti membangun kemandirian ekonomi, memperkuat daya saing global, dan menciptakan warisan bisnis yang bisa dinikmati generasi mendatang. Merek yang panjang umur bukan hanya milik perusahaan besar; ia bisa lahir dari garasi rumah, warung kecil, atau dapur sederhana—asal pemiliknya mau
berkomitmen pada perjalanan panjang, bukan hanya momen singkat.
Jika pelaku usaha memahami ini, maka setiap viral yang tercipta bukanlah akhir cerita, melainkan bab pembuka dari kisah merek yang akan dikenang sepanjang waktu.


