SINJAI, Ujungjari.com—Sebuah akun TikTok bernama @aseli.sinjai menjadi sorotan publik setelah mengunggah sejumlah video yang dinilai menjustifikasi dan menyudutkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sinjai, A. Jefrianto dan istrinya.

Dalam unggahan yang beredar, akun tersebut menampilkan potongan gambar dan tulisan bernada tudingan. Salah satu unggahan memperlihatkan sosok pria bersetelan jas dengan narasi “Inimi contoh pejabat Sinjai, suka sekali makan uang rakyat!”. gambar lainnya menampilkan sepasang pria dan wanita dengan tulisan “Korupsi kok suami istri!!”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konten tersebut ramai diperbincangkan di warkop warkop di sinjai dan media sosial karena dinilai diduga menggiring opini publik terhadap pihak yang saat ini tengah menjalani proses hukum yang masih berjalan, yakni dugaan kasus “ceklok” yang saat itu sekda Sinjai sebagai kepala dinas pendidikan Sinjai
dan pengadaan batik ASN Sinjai yang juga waktu itu sekda Sinjai sebagai Pj. Bupati dan Istrinya sebagai Pj. Dekranasda.

Hingga kini, perkara itu belum memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Pengamat hukum Dedi Irawan, SH., MH. menegaskan, penyebaran video atau konten di media sosial yang bernada tuduhan terhadap seseorang yang belum diputus bersalah oleh pengadilan bisa dikategorikan sebagai tindakan melanggar asas praduga tak bersalah.

“Dalam hukum, seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Membuat atau menyebarkan konten yang menjustifikasi seseorang bersalah bisa berpotensi melanggar hukum, termasuk Undang-Undang ITE,” ujar Dedi Irawan, Selasa (8/10/2025).

Dedi menjelaskan, tindakan semacam itu dapat dijerat melalui Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur larangan menyebarkan informasi elektronik yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik. Selain itu, Pasal 310 dan 311 KUHP juga bisa digunakan apabila konten tersebut terbukti menyerang kehormatan seseorang di muka umum.

“Kritik boleh saja, tapi jangan sampai mengarah pada penghinaan atau penyesatan publik. Apalagi kalau proses hukumnya masih berjalan dan belum ada putusan,” tambah Dedi.

Dedi juga mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial, terutama dalam memproduksi dan menyebarkan konten yang menyangkut nama baik orang lain.

“Setiap orang punya hak atas kehormatan dan reputasinya. Karena itu, berhati-hatilah dalam membuat atau mengedit video yang menyangkut dugaan korupsi atau pelanggaran lain sebelum ada dasar hukum yang sah,” ujarnya.(Rl)