Site icon Ujung Jari

Kontribusi Besar Guru Pesantren di Balik Derasnya Kritikan

Oleh: Ahmad Razak, Dosen Fakultas Psikologi UNM

Dalam beberapa tahun terakhir, diskursus publik mengenai pesantren cenderung didominasi oleh pemberitaan kritis dan kasus-kasus yang melibatkan segelintir oknum.

Fenomena ini menghadirkan bias persepsi yang menyebabkan fungsi dan kontribusi pesantren dipandang secara parsial. Di tengah dinamika tersebut, terdapat realitas yang sering luput dari perhatian, yakni peran sentral guru pesantren yang tetap istiqamah menjalankan fungsi edukatifnya. Ribuan guru pesantren terus membina akhlak dan karakter peserta didik secara berkelanjutan, meskipun sorotan publik lebih tertuju pada isu negatif. Dalam konteks psikologi pendidikan, guru pesantren dapat dipahami sebagai aktor kultural yang menjaga keberlangsungan nilai-nilai peradaban dan moralitas bangsa.

Harus diakui bahwa kritik merupakan bagian inheren dari dinamika sosial dan evaluasi institusional. Namun, ketika kritik berkembang menjadi stigma, akan terjadi generalisasi yang tidak proporsional terhadap seluruh ekosistem pesantren. Padahal, secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang telah memainkan peran signifikan jauh sebelum hadirnya sistem pendidikan formal modern. Guru pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pengajar (teacher), tetapi juga sebagai pembimbing spiritual (murabbi) dan agen pembentuk moral (moral agent).

Kontribusi multidimensional ini sering tersisihkan dalam wacana publik karena dominannya framing media terhadap isu-isu problematik.

Secara normatif-teologis, posisi guru pesantren memiliki legitimasi kuat dalam tradisi Islam. Sabda Nabi Muhammad SAW, “Innama bu‘itstu liutammima makarimal akhlaq” “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak merupakan inti dari misi profetik.

 Dengan demikian, tugas guru pesantren tidak sekadar menyampaikan Ilmu  (transfer of knowledge), tetapi juga internalisasi adab, pembentukan karakter moral, dan penguatan kesalehan sosial (transfer of value). Meminjam teori albert Bandura seorang tokoh kognitif sosial,  bahwa guru memegang peran sebagai sumber keteladanan (modeling) yang memberikan arah bagi santri dalam membangun jati diri dan orientasi hidupnya.

Pada tataran praksis, relasi sosial emosional antara guru dan santri di pesantren membentuk model pendidikan yang bersifat holistik. Interaksi tidak hanya terjadi dalam ruang kelas, tetapi juga dalam aktivitas ibadah, kehidupan keseharian, dan pendampingan personal. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan karakter kontemporer yang menekankan integrasi kognitif-afektif-perilaku melalui keteladanan. Pesantren sesungguhnya telah menerapkan model keteladanan jauh sebelum konsep pendidikan karakter diformulasikan secara formal dalam sistem pendidikan modern. Nilai kesederhanaan, kedisiplinan, dan keikhlasan tumbuh melalui pengalaman langsung, bukan sekadar narasi teoretis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas guru pesantren dalam menjalankan perannya sarat dengan keterbatasan fasilitas dan kesejahteraan ekonomi. Namun kondisi tersebut tidak mengurangi komitmen mereka dalam menjalankan fungsi edukatif dan pembinaan moral. Dedikasi ini menunjukkan bahwa motivasi pengabdian guru pesantren tidak semata bersifat profesional-instrumental, tetapi juga spiritual-transendental. Ketika ruang publik lebih banyak memperbincangkan kritik dan isu sektoral, guru pesantren tetap melaksanakan tugasnya secara konsisten tanpa tuntutan publikasi atau pengakuan sosial.

Dalam konteks sosial yang lebih luas, setiap kasus negatif yang mencuat di ruang publik seringkali berdampak pada reputasi kolektif lembaga pesantren dan para pendidiknya. Padahal, data empiris menunjukkan bahwa jutaan santri di berbagai wilayah Indonesia memperoleh pendidikan dalam lingkungan yang aman, bernuansa religius, dan berorientasi pada nilai-nilai luhur. Guru pesantren berperan sebagai benteng moral (moral fortress) yang mengajarkan etika pergaulan, kesantunan, serta tanggung jawab sosial—kompetensi moral yang sangat dibutuhkan dalam situasi krisis karakter dan degradasi etika generasi muda.

Kontribusi pesantren terhadap bangsa telah teruji secara historis. Banyak tokoh nasional, ulama, intelektual Muslim, dan pemimpin masyarakat yang merupakan produk pendidikan pesantren. Capaian tersebut tidak terlepas dari peran guru pesantren yang menjalankan proses pendidikan secara disiplin dan berkesinambungan. Mereka tidak hanya membangun kecerdasan intelektual (intellectual quotient), tetapi juga kecerdasan spiritual (spiritual quotient) dan emosional (emotional quotient), yang menjadi fondasi pembentukan manusia beradab (insan berperadaban).

Dengan demikian, kritik terhadap pesantren tidak boleh mengaburkan fakta objektif mengenai besarnya kontribusi guru pesantren dalam pembangunan karakter bangsa. Jika tujuan pendidikan nasional adalah menghasilkan manusia yang cerdas, berakhlak, dan berintegritas, maka guru pesantren merupakan mitra strategis yang harus dilibatkan dalam ekosistem pembangunan pendidikan nasional. Mereka telah lama mengoperasikan model pendidikan berbasis nilai yang kini menjadi tuntutan global.

Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan negara dan masyarakat dalam bentuk dukungan struktural dan kebijakan. Penguatan kesejahteraan, peningkatan kompetensi, perlindungan hukum, dan pengakuan profesional merupakan langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan peran guru pesantren. Guru pesantren bukan hanya representasi pengabdian individual, tetapi aset pendidikan nasional yang memiliki signifikansi sosial dan peradaban.

Pada akhirnya, derasnya kritik tidak mampu meniadakan fakta substantif mengenai kontribusi besar guru pesantren dalam membangun fondasi moral bangsa. Mereka terus menjalankan peran edukatifnya dari ruang-ruang sederhana, menjaga harapan melalui pendidikan akhlak, dan memastikan keberlangsungan nilai-nilai luhur dalam kehidupan generasi mendatang. Selama guru pesantren tetap hadir dan mengabdi, arah moral bangsa memiliki pijakan yang kokoh. Justru di tengah kritik itulah terlihat semakin jelas urgensi dan nilai strategis peran mereka dalam lanskap peradaban Indonesia. Selamat Milad ke 50 Pesantren IMMIM. Barakallahu fikum.

Exit mobile version