MAKASSSAR, UJUNGJARI–Proyek pengadaan buku pendamping untuk SD dan SMP tahun 2025 di Kabupaten Takalar, kembali menuai sorotan tajam. Pengadaan buku untuk ratusan sekolah yang tersebar di 10 kecamatan ini, menghabiskan anggaran dana BOS sebesar Rp4,2 miliar lebih. Rinciannya, Rp2,2 miliar untuk SD dan Rp 2 miliar untuk SMP.
Gelontoran dana yang cukup besar ini pun memantik pertanyaan. Pasalnya, dalam harga buku pendamping yang menetapkan Takalar masuk dalam zona tiga, harga setiap item buku yang ditawarkan nilainya sama semua, yakni Rp62 ribu, meski ketebalan serta kualitas buku diduga berbeda. Kondisi ini jelas sangat bertolak belakang dengan penerapan harga buku teks utama yang masuk kurikulum atau lebih dikenal dengan istirah buku “heat”.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penetapan harga buku teks utama ini, mengunakan zona dengan mencatumkan daftar Harga Eceran Tertinggi (HET). Harga buku dengan item berbeda dalam zona yang sama pun ditawarkan dengan harga bervariasi . Aturan pembelian buku kurikulum dana BOS ini termaktub dengan tegas dalam Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan asesmen Nasional Kemdikburistek No. 041/H/P/2022 tentang penerapan spesisifikasi harga eceran tertinggi buku teks utama kurikulum Merdeka untuk pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dimana dalam poin utamanya menegaskan, pentingnya menjamin pengendalian harga buku teks pelajaran secara wajar perlu dibuat spesifikasi dan harga eceran tertinggi (HET).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar, Darwis SPD, MM yang dikonfirmasi Ahad (22/06/2025) menegaskan, kalau pengadaan buku pendamping untuk ratusan SD dan SMP di Takalar tahun 2025 sudah sesuai dengan regulasi. Menurutnya, penawaran dilakukan lewat aplikasi SIPLA dana BOS masing masing sekolah.
“Ketika ada barang yang sekolah beli lantas harga tidak sesuai kewajaran maka akan ditolak oleh SIPLA tersebut ” kilah Darwis.
Darwis juga dengan tegas membantah adanya rekanan tertentu yang diarahkan dalam proyek pengadaan buku pendamping tersebut.
“Tidak benar ada yang diarahkan, karena hampir semua penyedia dipersilahkan ke masing masing sekolah untuk menawarkan buku,” tukasnya.
Ditanya soal harga item buku pendamping yang nilainya sama Rp62 ribu per eksemplar, meski ketebalan dan kualitas kertasnya diduga berbeda, Darwis lagi lagi menyatakan, kalau itu tetap diterima oleh aplikasi SIPLA.
“Yang pasti kalau buku tidak sesuai kurikulum, harga di luar kewajaran dan spek tidak sesuai standar maka buku tersebut tidak bisa dijual melalui SIPLA,karena akan tertolak sendiri,” tegasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (DPN-GNPK) Pusat, Ramzah Thabraman tetap mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, untuk mengusut dugaan Markup Pengadaan Buku pendamping ini.
Menurutnya, ada yang ganjil yang bisa dijadikan petunjuk awal bagi penyidik untuk memulai penyelidikan. Pertama, kata Ramzah, harga masing masing item buku pendamping yang nilainya sama di zona 3, yakni Rp62 ribu. Soal aplikasi SIPLA, hal itu juga masih perlu ditelusuri lebih dalam, karena sistem belanja dan akun yang ada hanya dimiliki pihak sekolah dan penyedia jasa dalam hal ini rekanan.
Kedua, Kata Ramzah, yang paling penting untuk diungkap soal faktor kebutuhan sekolah akan keberadaan buku pendamping tersebut. Alasannya, kebutuhan masing masing sekolah, pasti berbeda. Dan jika dilihat dari nilai total dana BOS yang digelontorkan di awal tahun ini Rp 4,2 miliar, ada indikasi kalau belanja buku pendamping tersebut terkesan dipaksakan di Kabupaten Takalar. Apalagi ini dilakukan di tengah adanya wacana pergantian kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional. Pergantian kurikulum ini sementara digodok oleh pemangku kebijakan.
“Biar penyidik kejaksaan yang melakukan telaah cerdas, soal kesan diduga dipaksakan itu. “Ya, kalau dipaksakan, disinyalir ada apa apanya kan ?. Yang jelas kami mendesak agar proyek ini tetap harus diusut tuntas, termasuk pengadaan foto bupati dan wakil bupati terpilih serta pengadaan papan bicara sekolah. APH jangan berpangku tangan. Apalagi ini masalah ini di sektor pendidikan yang harus menjadi atensi penuh dalam mengawal penggunaan keuangan negara,” tegas Ramzah seraya mengaku sedang merampung berkas serta dokumen laporan terkait masalah tersebut. (*)


