SINJAI, UJUNGJARI.COM–Polemik aktivitas tanah urug di Lingkungan Lita, Kelurahan Bongki, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, kian terang-benderang setelah pengakuan mengejutkan datang dari seseorang berinisial A, yang diduga kuat sebagai pemilik atau pengelola lokasi tersebut.

Saat dikonfirmasi oleh media Ujungjari.com melalui pesan WhatsApp, A mengakui bahwa dirinya melakukan aktivitas pengambilan tanah urug di kawasan tersebut. Namun ia bersikukuh bahwa kegiatannya bukanlah tambang galian C sebagaimana yang umum dikenal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Benar, saya punya tanah urug yang berlokasi di Lita. Tapi itu sama sekali bukan tambang galian C,” ujar A, Sabtu (14/06/2025).

“Lokasi itu digali untuk memperluas lahan, dan sama sekali tidak dijadikan tambang galian C seperti pada umumnya,” tambahnya.

Meski demikian, dari informasi yang dihimpun dan keterangan beberapa warga sekitar, aktivitas tersebut disebut-sebut menyerupai operasi pengambilan material secara intensif. Penggunaan alat berat dan mobil pengangkut tanah disebut kerap terlihat di lokasi, sehingga memunculkan dugaan bahwa kegiatan itu telah melampaui sekadar perluasan lahan.

Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, kegiatan pengambilan material dari dalam bumi meski dengan dalih perluasan lahan tetap dikategorikan sebagai usaha pertambangan apabila hasilnya dimanfaatkan pihak lain dan diperjualbelikan. Artinya, dalih perluasan lahan bisa menjadi modus terselubung untuk menghindari kewajiban perizinan seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dokumen lingkungan.

Lebih menguatkan dugaan tersebut, A juga secara terbuka mengakui bahwa dirinya memberikan dana kepada sejumlah pihak, termasuk wartawan dan warga setempat.

“Saya memberi imbal jasa kepada teman-teman media untuk membantu mengawasi pengambilan tanah urug tersebut. Dan bukan hanya teman-teman media, masyarakat yang membantu saya juga saya beri imbalan jasa,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa uang diberikan tanpa tanda tangan, dan besaran imbal jasa ditentukan sendiri olehnya.

“Saya memberi dengan ikhlas tanpa ada tanda tangan. Dan saya sendiri yang menetapkan imbal jasa sesuai kemampuan,” jelasnya.

Terkait dugaan pengondisian agar media tidak memberitakan aktivitas tersebut, A menepisnya.

“Sama sekali tidak ada pengondisian media untuk tidak diberitakan. Menurut saya ini bukan hal yang melanggar aturan, karena bukan tambang galian C. Mereka benar-benar hanya membantu saya sebagai keluarga dan teman,” pungkasnya.

Meski begitu, fakta di lapangan tetap mengarah pada aktivitas pertambangan non-resmi. Dengan dalih perluasan lahan, material hasil galian disalurkan ke pihak ketiga tanpa izin usaha pertambangan yang sah, berpotensi melanggar sejumlah aturan sekaligus, mulai dari PP 27/2021 hingga UU Lingkungan Hidup dan UU Minerba.

Dugaan aliran dana ke oknum wartawan pun semakin menambah keruh persoalan, menciptakan ruang kompromi antara pelanggaran dan pembiaran yang merugikan negara dan merusak tatanan hukum.(TIM)