SINJAI, UJUNGJARI.COM– Peringatan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sinjai ternyata tak cukup ampuh menghentikan aktivitas pembangunan pabrik Porang milik PT Mitra Konjac Indonesia di Kelurahan Lappa, Kecamatan Sinjai Utara.
Surat penghentian aktivitas tertanggal 26 Juni 2025 seolah tak lebih dari formalitas birokrasi. Di lapangan, proyek jalan terus. Truk-truk pengangkut timbunan tanah terus lalu-lalang ugal-ugalan di jalan warga, bahkan makin menggila.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Cuaca panas membuat debu pekat mengepul dan mengganggu pernapasan warga sekitar. Saat hujan turun, jalan berubah licin seperti kubangan lumpur, mengancam keselamatan pengguna jalan, termasuk anak-anak sekolah dan lansia. Semua itu dibiarkan terjadi, tanpa tindakan nyata dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah.
Tak hanya itu, kerusakan jalan dan debu pekat di sepanjang ruas Halim Perdana Kusuma telah menjadi keluhan harian warga. Sayangnya, tidak satu pun aparat penegak hukum terlihat turun tangan menertibkan aktivitas ilegal ini.
Fakta ini memunculkan pertanyaan publik di mana aparat saat pelanggaran terjadi secara terang-terangan?Padahal, pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga dapat masuk dalam ranah pidana sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lebih jauh, material timbunan yang digunakan dalam proyek ini diduga kuat berasal dari tambang galian C ilegal yang berada di wilayah Kecamatan Sinjai Utara. Berdasarkan data peta Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), wilayah ini bukan zona tambang resmi. Artinya, jika benar material diambil dari lokasi tersebut, maka aktivitas tambangnya tidak hanya ilegal, tetapi juga berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan.
Namun yang paling mengecewakan adalah, tidak ada langkah tegas dari aparat penegak hukum (APH). Situasi ini menunjukkan lemahnya wibawa pemerintah dan pembiaran yang mencolok terhadap pelanggaran hukum lingkungan dan pertambangan.
Padahal DLHK Sinjai telah menyampaikan secara tegas peringatan administratif, berikut konsekuensinya jika tidak diindahkan.
“Sesuai Permen LHK Nomor 14 Tahun 2024, bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan perintah yang tertuang dalam teguran tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya sanksi administratif,”
“Jika penanggung jawab kegiatan tidak melaksanakan perintah dalam surat teguran tertulis maka dikenakan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah, denda administratif, penutupan usaha, pencabutan izin, dan langkah terakhir pidana.”ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sinjai, H. Sofwan Sabirin, Minggu (14/07/2025) saat dihubungi media melalui WhatsApp.
Namun tenggat waktu terus berjalan, dan pelanggaran terus dipertontonkan di depan mata publik. “Kalau aparat dan pemerintah tidak bisa menertibkan ini, maka rakyat wajar bertanya: siapa sebenarnya yang sedang dilindungi? Lingkungan, rakyat, atau investor?” ucap seorang warga Lappa geram.(TIM)


