Oleh: Arifai Ilyas
Dosen STIE Bulungan Tarakan
Ketua DPW Asosiasi Dosen Indonesia Kalimantan Utara
Sekretaris ISEI Cabang Tarakan Koordinator Kalimantan Utara
DALAM perjalanan sejarah pembangunan nasional, wilayah perbatasan sering kali berada di bayang-bayang pusat kekuasaan. Ia hadir sebagai batas geografis, namun kerap diperlakukan sebagai pinggiran yang tertinggal, terabaikan, dan tidak jarang menjadi ruang yang rentan terhadap berbagai bentuk ketimpangan sosial-ekonomi. Padahal, perbatasan bukan hanya garis pembatas wilayah negara, melainkan juga beranda terdepan yang mencerminkan wajah Indonesia kepada dunia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sinilah pentingnya mengangkat kewirausahaan sebagai strategi utama dalam membangun negeri dari pinggiran.
Perbatasan: Dari Titik Lemah Menjadi Titik Tumbuh Indonesia memiliki sekitar 584 kecamatan yang tergolong sebagai wilayah perbatasan negara, tersebar di beberapa provinsi, terutama di Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan
Kepulauan Riau.
Dalam konteks geopolitik dan geostrategis, perbatasan adalah kawasan vital yang harus dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara optimal. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak wilayah perbatasan masih menghadapi persoalan klasik: infrastruktur terbatas, akses pelayanan publik minim, ketergantungan ekonomi terhadap negara tetangga, hingga lemahnya kapasitas sumber daya manusia.
Karena itu, mengubah titik lemah ini menjadi titik tumbuh merupakan tantangan sekaligus peluang strategis. Di sinilah peran kewirausahaan menjadi sangat penting. Kewirausahaan bukan hanya tentang menciptakan usaha baru, tetapi juga tentang menumbuhkan sikap kreatif, inovatif, dan adaptif dalam melihat peluang serta mengelola potensi lokal. Lebih dari itu, kewirausahaan menciptakan kemandirian, mendorong keberdayaan masyarakat, dan memperkuat daya saing wilayah.
Kewirausahaan sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi Perbatasan
Salah satu kelemahan utama ekonomi perbatasan adalah ketergantungan terhadap pasokan barang dan jasa dari negara tetangga. Di beberapa titik, fenomena “ekonomi lintas batas” bahkan membuat mata uang asing lebih populer daripada rupiah, dan produk-produk luar lebih diminati ketimbang produk lokal. Ini bukan semata-mata karena rendahnya nasionalisme, melainkan karena ketiadaan alternatif yang kompetitif dan berkelanjutan dari dalam negeri.
Mendorong kewirausahaan lokal adalah jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui penguatan UMKM di perbatasan, Indonesia bisa menghadirkan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal, sekaligus menekan dominasi produk asing. Lebih dari itu, wirausaha lokal yang tumbuh akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan menghidupkan ekonomi desa secara organik.
Sebagai contoh, di perbatasan Kalimantan Utara dengan Malaysia, beberapa pelaku usaha mulai mengembangkan produk olahan hasil laut dan pertanian seperti rumput laut, ikan kering, dan kopi lokal. Produk-produk ini tidak hanya dikonsumsi masyarakat lokal tetapi juga berpotensi diekspor ke negara tetangga. Namun, semua ini baru akan optimal jika didukung oleh ekosistem kewirausahaan yang kondusif.
Membangun Ekosistem Kewirausahaan di Perbatasan
Untuk menjadikan kewirausahaan sebagai strategi pembangunan perbatasan, pendekatannya tidak bisa setengah hati. Negara harus hadir membangun ekosistem kewirausahaan yang lengkap dan berkelanjutan, yang setidaknya mencakup lima komponen utama:
1. Akses terhadap Pembiayaan
Banyak calon wirausahawan di perbatasan yang memiliki ide dan potensi, namun tidak memiliki modal. Oleh karena itu, skema pembiayaan mikro, KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan pembiayaan berbasis komunitas harus diperluas hingga ke pelosok perbatasan. Hadirnya koperasi Merah Putih, BUMDes, dan lembaga keuangan inklusif menjadi penting sebagai penopang akses permodalan.
2. Pelatihan dan Pendampingan Berkelanjutan
Kewirausahaan bukanlah keterampilan bawaan. Ia dapat dipelajari dan diasah. Program pelatihan, inkubasi bisnis, dan mentoring harus menjangkau masyarakat perbatasan, dengan pendekatan kontekstual yang sesuai dengan budaya dan kondisi lokal.
3. Akses terhadap Pasar
Produk lokal tidak akan berkembang jika tidak tersambung dengan pasar. Digitalisasi dan penguatan jejaring distribusi menjadi kunci. Pemerintah dapat memfasilitasi platform pemasaran online khusus produk perbatasan, serta menjembatani pelaku usaha lokal dengan pembeli potensial dari luar daerah atau luar negeri.
4. Infrastruktur Pendukung
Tanpa jalan yang memadai, jaringan internet yang stabil, dan listrik yang cukup, kewirausahaan di perbatasan akan mandek. Pembangunan infrastruktur fisik dan digital harus sejalan dengan program penguatan ekonomi lokal.
5. Kebijakan yang Mendukung dan Berpihak
Regulasi yang pro-kewirausahaan, termasuk kemudahan perizinan, insentif pajak, dan perlindungan usaha mikro dari persaingan tidak sehat, menjadi fondasi penting bagi iklim usaha yang sehat di perbatasan.
Kolaborasi Multisektor: Kunci Keberhasilan
Pembangunan perbatasan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat. Pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, komunitas masyarakat, dan media massa harus terlibat aktif. Pendekatan pentahelix ini menjadi kunci dalam mengembangkan model kewirausahaan yang berkelanjutan dan berbasis potensi lokal.
Sebagai contoh, kampus-kampus lokal dapat berperan sebagai pusat inkubasi dan riset kewirausahaan, dunia usaha memberikan akses pasar dan teknologi, sedangkan pemerintah menyuplai regulasi serta infrastruktur. Kolaborasi ini harus didorong secara sistematis dalam setiap program pemberdayaan ekonomi di wilayah perbatasan.
Memanfaatkan Bonus Demografi di Perbatasan
Banyak wilayah perbatasan Indonesia memiliki struktur penduduk yang masih muda dan produktif. Bonus demografi ini merupakan peluang besar jika diarahkan ke dalam kegiatan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan. Program inkubasi wirausaha muda, pelatihan digital marketing, hingga kompetisi bisnis desa dapat menjadi pintu masuk untuk melibatkan generasi muda dalam pembangunan wilayahnya sendiri.
Sayangnya, banyak anak muda perbatasan yang memilih keluar merantau karena melihat tidak adanya masa depan ekonomi di daerahnya. Inilah yang perlu dibalik. Jika ekosistem kewirausahaan terbentuk dan dukungan nyata hadir, maka anak muda akan melihat potensi di kampung halamannya, bukan hanya di kota besar.
Menuju Indonesia yang Merata dan Berdaulat
Kewirausahaan di perbatasan bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan. Negara yang kuat adalah negara yang seluruh wilayahnya hidup dan bergerak secara dinamis. Jika perbatasan kuat, maka integrasi nasional akan semakin kokoh. Jika perbatasan tumbuh, maka ketimpangan wilayah bisa dipangkas. Dan jika perbatasan berdaya, maka wajah Indonesia akan terpancar lebih percaya diri ke dunia luar.
Membangun negeri dari pinggiran melalui kewirausahaan adalah jalan panjang yang membutuhkan konsistensi dan keberpihakan. Namun, di balik tantangan itu, tersimpan peluang besar untuk menjadikan perbatasan bukan hanya batas, tetapi jembatan kemajuan. Kewirausahaan adalah obor yang bisa menyalakan semangat kemandirian di tempat yang paling jauh dari pusat, namun paling dekat dengan masa depan Indonesia.


