Oleh: Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM

PENONAKTIFAN
sementara Prof. Dr. H. Karta Jayadi, M.Sn. sebagai Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) dan penunjukan Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. sebagai Pelaksana Harian (PLH) Rektor oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merupakan langkah administratif yang penting untuk memastikan roda organisasi tetap berjalan. Namun, perubahan kepemimpinan di level tertinggi ini bukan hanya persoalan struktural, tetapi juga membawa dampak psikologis yang signifikan bagi civitas akademika. Lazimnya dalam setiap perubahan pada posisi kunci cenderung menimbulkan gelombang emosi mulai dari kebingungan, keresahan, hingga ketegangan antar kelompok.

Situasi psikologis tersebut semakin kompleks dengan terjadinya penyerangan di Kampus Parangtambung yaitu Fakultas MIPA dan Fakultas Teknik oleh sekelompok massa, apakah mahasiswa atau pihak tak dikenal hingga saat ini masih dalam proses penyelidikan. Belum reda suasana tegang itu, muncul pula teror penyerangan di Kampus Gunungsari yang menambah kecemasan di kalangan sivitas akademika. Motif kedua peristiwa ini belum diketahui secara pasti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan kejadian-kejadian seperti ini berpotensi menciptakan trauma kolektif dan atmosfer ketakutan (climate of fear) yang mengganggu ketenangan belajar, bekerja, dan berpikir di lingkungan akademik. Syukurlah PLH rektor UNM segera mengeluarkan edaran perkuliahan secara daring sampai batas waktu yang dirasa situasi kampus kembali kondusif.

Di tengah dinamika tersebut, netralitas akademik menjadi nilai paling penting untuk dipertahankan. Ketika emosi sosial meningkat dan spekulasi merebak, muncul kecenderungan untuk mencari pihak yang disalahkan. Padahal netralitas dan upaya mencari solusi strategis adalah hal yang paling diperlukan demikian halnya kematangan emosional dan kemampuan untuk tetap rasional di tengah tekanan emosional dan konflik kepentingan.

Netralitas bukan berarti apatis, tetapi sikap sadar untuk menempatkan kebenaran, keadilan, dan nilai akademik di atas segala hal.

Penunjukan Prof Farida Patittingi sebagai PLH Rektor sejatinya menjadi simbol keberlanjutan organisasi dan komitmen pada tata kelola yang stabil. Namun dari sisi psikologis, beliau juga menghadapi beban emosional besar: menenangkan kegelisahan civitas akademika, menjaga netralitas di tengah opini publik yang beragam, dan memastikan aktivitas akademik tidak terganggu oleh turbulensi sosial.

Di sinilah pentingnya komunikasi yang transparan, terbuka, dan empatik agar setiap langkah institusi dapat dipahami dan didukung secara bersama.

Dalam situasi krisis seperti sekarang, civitas akademika juga perlu menghindari ingroup-outgroup bias kecenderungan membentuk kelompok berdasarkan afiliasi emosional yang bisa memperlebar jarak sosial. Sikap netral dan rasional harus menjadi pegangan utama. Dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan perlu bersatu dalam semangat menjaga nama baik UNM, bukan justru memperuncing perbedaan pandangan. Universitas adalah ruang ilmu dan dialog, bukan arena konflik sosial.

Krisis ini seharusnya dilihat sebagai kesempatan membangun daya resilience untuk tumbuh lebih kuat setelah tekanan. UNM dapat belajar memperkuat sistem keamanan, memperbaiki komunikasi publik, dan menumbuhkan solidaritas akademik. Dengan demikian, badai sosial yang terjadi dapat diolah menjadi energi positif untuk memperkuat budaya damai, disiplin, dan kebersamaan di lingkungan kampus.

Menjaga netralitas dan ketenangan jiwa di tengah gejolak sosial merupakan bagian dari jihad nafs perjuangan spiritual untuk mengendalikan diri dari amarah, kebencian, dan ketergesa-gesaan dalam menilai. Nilai-nilai sabar, amanah, dan husnuzan menjadi pedoman moral bagi para akademisi agar tetap berpikir jernih dan bertindak bijak. Do’a, ikhtiar dan tawakkal sangat diharapkan ditengah ujian yang menimpa institusi. Walau bagaimanapun segalanya terpulang kembali kepada iradahNya atas ikhtiar yang kita jalani.

Akhirnya, harapan besar civitas akademika UNM tertuju kepada PLH Rektor Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum agar dalam masa kepemimpinan sementaranya, beliau dapat menakhodai “Kampus Orange” dengan tenang dan bijak, membawa UNM tetap stabil hingga muncul keputusan definitif dari kementerian terkait. Netralitas, keadilan, dan keseimbangan emosi adalah fondasi yang akan menjaga marwah akademik tetap kokoh. Bila seluruh elemen UNM bersatu dalam kesabaran, empati, dan integritas, maka badai psikologis yang kini mengguncang kampus akan berlalu, meninggalkan keteduhan, kedewasaan, dan kemuliaan bagi universitas tercinta. (UNM Tetap Jaya Dalam Tantangan. Amin).