GOWA, UJUNGJARI.COM — Salah satu potensi kerawanan Pemilu selain politik uang dan netralitas ASN adalah wilayah perbatasan. Di Kabupaten Gowa wilayahnya berbataskan dengan lima kabupaten kota yakni Makassar, Takalar, Maros, Sinjai, Jeneponto.
Dengan posisi berbatas daerah lain ini maka potensi kerawanan Pemilu di Gowa bisa tinggi. Tingkat kerawanannya adalah masyarakat dari Gowa bisa salah masuk TPS (tempat pemungutan suara) di lima kota kabupaten tersebut. Begitupun sebaliknya, warga dari lima daerah tersebut bisa masuk memilih di TPS di Gowa. Kemungkinan itu bisa terjadi disebabkan TPS nya sama semisal TPS 07 atau TPS terluar Gowa di wilayah Bontonompo sama dengan TPS 07 di dusun atau lingkungan sebelah di wilayah Kabupaten Takalar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena rawannya terjadi salah masuk TPS membuat Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Gowa terus melakukan pendataan terhadap berbagai indikasi yang menjadi daftar kerawanan Pemilu 2024 saat ini. Selain karena laporan masyarakat, Bawaslu pun bergerak aktif melakukan pendataan itu berdasarkan temuan-temuan yang ada.
“Wilayah perbatasan memiliki tingkat kerawanan tinggi dengan berbagai indikasi diantaranya pemilih bisa salah masuk ke TPS karena lokasi TPS yang berhadapan dan nomor TPS yang sama. Selain itu, terkait juga masalah pendataan. Ada warga Gowa yang tinggal di perbatasan tapi masuk di wilayah kabupaten lain. Padahal terdaftar sebagai warga Kabupaten Gowa. Tapi karena tinggal di wilayah kabupaten lain sehingga tidak didata oleh petugas Pantarlih (petugas pemutakhiran data pemilih). Kalau ini tidak kita petakan bisa jadi warga tersebut tidak menggunakan hak pilihnya. Padahal di undang-undang menjamin, setiap orang berhak gunakan hak pilihnya. Namun jika semisal warga itu menggunakan hak pilihnya lebih dari satu, yakni memilih di Gowa dan kemudian di daerah sebelahnya maka itu adalah pidana. Juga ketika warga tidak menggunakan atau menghilangkan hak pilih itu, maka juga adalah pidana. Jadi ini kita anggap rawan karena keduanya mengandung pidana,” jelas Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Gowa Juanto.
Hal itu dibeberkan Juanto usai membuka kegiatan Pendidikan Politik dan Demokrasi dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat pada Jumat (8/12/2023) di Hotel Remcy Makassar. Kegiatan ini menghadirkan peserta dari kalangan media, OKP, Ormas dan NGO (Non Goverment Organisation) atau organisasi non pemerintah.
Juanto menegaskan tingkat kerawanan Pemilu ini menggandeng ancaman pidana. Namun lain halnya dengan kerawanan karena Daftar Pemilih Tambahan Berkelanjutan (DPTB) sebab yang ini memang sudah dipetakan oleh Bawaslu.
“DPTB ini juga erat dengan pindah memilih. Seperti saat menikah, istri harus ikut suami, tapi itu sudah kita petakan berdasarkan instrumen indeks kerawanan pemilu berbasis kabupaten. Jadi ini semua potensi-potensi kerawanan yang ada selain dari politik uang, netralitas ASN, TNI, Polri dan penyelenggara pemilu itu sendiri serta isu sara,” kata Juanto.
Dia pun lantas menyebutkan bahwa untuk mengantisipasi munculnya kerawanan itu maka pihak Bawaslu meningkatkan koordinasi, komunikasi dan sharing dengan sejumlah elemen seperti tokoh pemuda, organisasi lainnya, termasuk media.
“Inilah fungsi pengawasan ini antara masyarakat sebagai pengawas partisipatif dan Bawaslu sebagai lembaga pengawasan. Fungsi-fungsi ini hanya terletak pada kewenangan penindakan dari dugaan pelanggaran. Selebihnya hak untuk mengawasi dan mencegah pelanggaran terjadi itu sama. Jadi mari kita sama-sama mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan Pemilu sehingga bisa berjalan sesuai aturan dan Pemilu 2024 bisa sukses dilaksanakan, ” kata Juanto. –