GOWA, UJUNGJARI.COM — Kasus uang rupiah palsu kembali disidangkan Rabu (21/5) sekitar pukul 11.10 Wita. Kali ini Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny mengagendakan sidang perdana untuk Annar Salahuddin Sampetoding.
Terdakwa Annar ini diduga sebagai otak dari pencetakan upal yang sempat menghebohkan dunia maya setelah viral di medsos gegara pabrik pencetakannya bertempat di salah satu ruang tersembunyi di dalam gedung Perpustakaan Kampus UIN Samata, Kabupaten Gowa dan terbongkar pada 2024 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kasus upal ini ada 18 tersangka diciduk dan salah satunya adalah pengusaha ternama Sulsel yakni Annar Salahuddin Sampetoding.
Kini pria berusia 62 tahun itu mulai disidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) yakni Basri Baco dan Aria Perkasa Utama. Terdakwa Annar didampingi tim penasehat hukum (PH)nya yakni Husain Rahim Saijje bersama rekan Jamal Kamaruddin dan Ashar Hasanuddin.
Usai Majelis Hakim menyilahkan JPU membacakan dakwaan dan menanyakan ke terdakwa Annar apakah menerima, Annar sempat mengisyaratkan keberatan dengan mengatakan tidak mengerti. Namun setelah JPU memperjelas inti dari dakwaan tadi, barulah Annar mengaku bisa mengerti.
Inti dakwaan yang dibacakan JPU terkait keterlibatan Annar dalam kasus pencetakan upal ini adalah bahwa alat peralatan untuk pembuatan rupiah palsu yang dilakukan oleh terdakwa Syahruna di rumah Annar di Jalan Sunu III.
“Poinnya adalah saudara (Annar) yang menyiapkan bahan baku dengan memberikan modal kepada Syahruna untuk membeli bahan baku dan juga alat perlengkapan untuk mencetak dan membuat rupiah palsu di Jalan Sunu III, ” ucap JPU Basri Baco memperjelas inti dakwaan untuk Annar.
Lalu Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny mempertegas bahwa isi dakwaan JPU seperti itu.
“Ceritanya seperti itu, begitu ya nanti kalau saudara berpendapat itu tidak seperti itu kejadiannya itulah dakwaannya. Apakah Saudara mengerti?, ” ucap hakim tegas dan dijawab terdakwa Annar dengan kalimat, “mengerti”.
Hakim Dyan pun lalu menyampaikan hak terdakwa terhadap dakwaan JPU tersebut. “Apakah saudara mau menyatakan keberatan? Silahkan konsultasi dengan tim PHnya, ” tambah Hakim Dyan.
Dan atas konsultasi Annar dengan PHnya, pria kelahiran Tana Toraja inipun setuju untuk mengajukan eksepsi dan dijawab Majelis Hakim dengan mengakhiri sidang dakwaan Annar dan dilanjut Rabu pekan depan. Sidang perdana terdakwa Annar hanya berlangsung 18 menit.
Oleh JPU, terdakwa Annar dikenai dakwaan primair Pasal 37 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dakwaan subsidair Pasal 37 ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dan dakwaan lebih subsidair adalah Pasal 36 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Usai sidang, tim PH Annar yakni Husain Rahim dkk di depan ruang sidang Kartika kepada media, pada sidang berikut akan mengajukan eksepsi atas kliennya.
Menurut Husain selaku ketua tim PH Annar, pihaknya sudah berdiskusi dengan kliennya dan ternyata kliennya ingin menggunakan haknya terlebih dahulu terhadap surat dakwaan JPU tersebut.
“Karena itu nanti kami akan ajukan eksepsi. Kita tahu pada umumnya itu eksepsi, ini kan belum terkait, kita belum masuk dalam fakta persidangan, materi persidangan, jadi kita baru menggunakan hak terdakwa itu sebatas melihat dari sudut pandang formil surat dakwaan itu. Jadi untuk sementara kami belum banyak mengklarifikasi tentang kasus ini karena kita baru tahap pembacaan dakwaan dan masih dalam formalitas. Nanti kalau minggu depan sidang kedua, kami akan menguraikan secara tuntas hal-hal apa yang menjadi keberatan klien kami atas dakwaan JPU ini, ” tandas Husain.
Menurut Husain, pihaknya mendapatkan informasi dari kliennya (Annar) bahwa ada beberapa hal terkait persoalan kasus upal ini, dinilai un-procedural (tidak prosedural).
“Karena ini saya bilang tadi, kita belum masuk ke dalam materi atau fakta persidangan jadi masih baru dalam formalitas artinya segala sesuatu mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan peradilan itu sudah ada aturannya, SOPnya istilah. Menurut klien kami itu ada beberapa dalam tahap penyidikan itu un-procedural dan itu menjadi dasar disusunnya surat dakwaan itu. Kami mengambil contoh, saat dalam penggeledahan waktu di jalan Sunu III, itu pak Annar tidak ada. Menurut informasi orang-orang yang ada dirumahnya saat itu bahwa pada saat penggeledahan tidak ada satupun pihak dari pemerintah setempat yang mendampingi pihak Kepolisian dalam melakukan penggeledahan. Dari sudut pandang kita melihat bahwa ini ada un-procedural walaupun sudah ada surat penggeledahan tapi tetap perlu ada mekanisme yang harus dipatuhi dalam proses hukum pidana, ” papar Husain.
Husain mengatakan, pihaknya mengajukan eksepsi karena berpijak pada sumber dari penyusunan dalam dakwaan yakni dari proses penyidikan.
“Proses penyidikan kasus itulah yang dituangkan dalam dakwaan. Kami selaku kuasa hukum meneruskan bahwa saksi-saksi yang relevan dengan pak Annar itu tidak ada sama sekali. Artinya kami melihat secara fakta. Salah satu contoh, ternyata dalam eksepsi Syahruna itu sendiri yang kami dengar bahwa dia (Syahruna) itu tidak pernah menunjuk pak Annar. Tapi kenapa dia menyebut pak Annar mungkin saja pada waktu itu dia dalam tekanan. Bahkan Syahruna sudah mencabut BAPnya. Jadi menurut kami dalam hukum itu harus masuk dalam pembuktian. Bisa saja dalam sidang pak Annar nanti, kami akan singgung itu, ” tegas Husain.
Hal senada dikatakan anggota PH Annar yakni Jamal Kamaruddin atau akrab disebut Om Bethel. Dikatakan Bethel, ada beberapa kejanggalan terhadap dikasuskannya Annar dalam kasus upal ini.
“Waktu itu saat kasus ini merebak, klien kami pak Annar disebut kabur bahkan DPO padahal pak Annar sama sekali belum pernah dipanggil Polisi untuk diperiksa. Makanya pak Annar langsung datang ke Polres mengklarifikasinya kemudian balik lagi ke Jakarta. Satu minggu kemudian pak Annar dipanggil Polisi kemudian diperiksa sampai subuh dan kemudian langsung dijadikan tersangka, makanya kami akan persoalkan hal itu nanti, ” jelas Bethel. –